Sabtu, 24 Januari 2015

Konsumen dan Perilaku Konsumen

Dalam kehidupan berorganisasi komunikasi merupakan kunci utama dalam mencapai sebuah tujuan atau solusi yang terbaik. Komunikasi juga berperan penting dalam kemajuan atau kemunduran suatu organisasi, selain itu komunikasi juga diperlukan agar sebuah kesinambungan antar rekan dapat terjadi. Didalam suatu organisasi/perusahaan dikenal sebagai Komunikasi bisnis.

Komunikasi bisnis adalah pertukaran gagasan, pendapat, informasi, instruksi yang memiliki tujuan tertentu yang disajikan secara personal atau impersonal melalui simbol - simbol atau sinyal. Komunikasi bisnis melibatkan pertukaran informasi yang terus-menerus. Ini merupakan sebuah proses terus-menerus. Lebih banyak bisnis diperluas, lebih besar tekanannya pada bisnis tersebut untuk menemukan cara komunikasi yang lebih efektif – bersama para pekerja dan dengan dunia di luar. Dengan demikian, bisnis dan komunikasi berjalan bergandengan tangan
Dari artikel yang saya baca dari internet, terdapat  2 macam gaya komunikasi yang dapat terjadi dalam sebuah organisasi, yakni :
  1. Gaya komunikasi mengendalikan, Gaya komunikasi mengendalikan (dalam bahasa Inggris: The Controlling Style) ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications. Pihak – pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
  2. Gaya komunikasi 2 arah,Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi The Equalitarian Style dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama. Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way communication). Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.

Selain gaya komunikasi yang digunakan dalam organisasi, proses sebuah komunikasi dalam organisasi juga penting diketahui untuk memperkokoh sebuah organisasi tersebut. Organisasi yang baik, umumnya mempunyai proses komunikasi yang baik di dalamnya, karena untuk mencapai sebuah tujuan bersama sebuah organisasi hasrus memiliki kekuatan internal yang kuat dan semua itu hanya dapat terjadi apabila adanya komunikasi yang berjalan baik di dalamnya. Berikut ini adalah contoh proses komunikasi yang dapat terjadi di dalam sebuah komunikasi :
  1.  Downward communication Yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction) b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale) c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices) d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
  2. Upward communication Yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah: a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya. Komunikasi ke atas menjadi terlalu rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah. Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat sulit: 1. Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka 2. Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah yang dialami pegawai 3. Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan pegawai 4. Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
  3. Horizontal communication Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah: a) Memperbaiki koordinasi tugas b) Upaya pemecahan masalah c) Saling berbagi informasi d) Upaya pemecahan konflik e) Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
  4. Interline communication Yaitu tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional. Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain, diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.
Ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan komunikasi lintas-saluran: 
1. Setiap pegawai yang ingin berkomunikasi melintas saluran harus meminta izin terlebih dahulu dari atasannya langsung 
2. Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas-saluran harus memberitahukan hasil komunikasinya kepada atasannya.



Perilaku Dan Kepuasan Konsumen

Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Perilaku konsumen adalah bagaimana konsumen memutuskan berapa jumlah barang dan jasa yang akan dibeli dalam berbagai situasi

Pendekatan Perilaku Konsumen
Pendekatan untuk mempelajari tingkah laku konsumen ada 2, yaitu pendekatan marginal utility (cardinal) dan pendekatan indifference curve (ordinal).

A. Pendekatan Marginal Utility (Cardinal)
Pendekatan Marginal Utility atau pendekatan kardinal adalah pendekatan yang beranggapan bahwa kepuasan konsumen dapat diukur dengan satu satuan, misalnya uang.
Pada pendekatan Cardinal terdapat beberapa asumsi yang dapat digunakan untuk menunjukan bahwa tingkat konsumennya,yaitu : 
  1. Konsumen Rasional, konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.
  2. Diminshing marginal utility, tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut
  3. Pendapatan konsumen tetap
  4. Uang mempunyai nilai subjektif yang tetap

B. Pendekatan Indifference Curve (Ordinal)
Pendekatan Indifference Curve atau pendekatan ordinal adalah bahwa kepuasan konsumen tidak dapat diukur dengan satu satuan. Tingkat kepuasan konsumen hanya dapat dinyatakan lebih tinggi atau lebih rendah. Dalam pendekatan Marginal utility digunakan anggapan sebagai berikut :
  • Utility bisa diukur dengan uang.
  • Hukum Gossen (The Law of Diminishing Returns) berlaku yang menyatakan bahwa “Semakin banyak sesuatu barang dikonsumsi, maka tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap satuan tambahan yang dikonsumsi akan menurun”.
  • Konsumen berusaha memaksimumkan kepuasan.
Total utility adalah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang tertentu. Marginal utility adalah tambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan atau pengurangan satu unit barang tertentu.

Kepuasan Konsumen adalah  akibat, dampak, imbalan, manfaat, atau terpenuhinya suatu kebutuhan yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk atau jasa.
  
Sedangkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen:
  1. Harga
  2. Kualitas
  3. Promosi
  4. Distribusi Barang atau Jasa
  5. Fasilitas
Dari faktor-faktor diatas dapat disimpulkan bahwa konsumen mengukur nilai tinggi atau rendahnya barang, kualitas barang yang dijual produsen, promosi oleh produsen, pengiriman barang tersebut dan fasilitas yang diberikan oleh produsen. Hal-hal ini lah yang dapat menimbulkan daya tarik konsumen untuk membeli lagi barang yang sama secara terus menerus atau tidak.

SUMBER : 

http://gracemoondan.blogspot.com/2013/06/peran-komunikasi-dan-perilaku-konsumen.html?m=1

Pengaruh Individu dan Keluarga Terhadap Pembelian Konsumen

Pengaruh Individu dan Keluarga Terhadap Pembelian Konsumen



Pengaruh Individu
Individu merupakan unit terkecil pembentuk masyarakat. Dalam ilmusosial, individu juga berarti bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisahkan lagi menjadi bagian yang lebih kecil.

Pengaruh personal atau individu merupakan factor yang mempengaruhi perilaku konsumen yang berasal dari factor pada diri si konsumen, yang diantaranya :

Usia dan tahap daur hidup
Orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. Sehingga pemasar hendaknya memperhatikan perubahan minat pembelian yang terjadi yang berhubungan dengan daur hidup manusia.

Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Dengan demikian pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap produk mereka.

Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi pilihan produk. Pemasar yang produknya peka terhadap pendapatan dapat dengan seksama memperhatikan kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat bunga. Jadi jika indicator-indikator ekonomi tersebut menunjukkan adanya reses, pemasar dapat mencari jalan untuk menetapkan posisi produknya.

Gaya Hidup
Orang yang berasal dari subkultur, kelas social dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yangberbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila gigunakan oleh pemasar secara cermat, dapat membantu untuk memahami nilai-nilai konsumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku konsumen.

Kepribadian dan Konsep Diri
Tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku pembeliannya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologis yang unik yang menimbulkan tanggapan relative konstan terhadap lingkungannya sendiri. Kepribadian sangat bermanfaat untuk menganalisis perilaku konsumen bagi beberapa pilihan produk atau merk, atau pemasar juga dapat menggunakan konsep diri atau citra diri seseorang. Untuk memahami perilaku konsumen, pemasar dapat melihat pada hubungan antara konsep diri dan harta milik konsumen. Konsep ini telah berbaur dalam tanggapan konsumen terhadap citra mereka.

Pengaruh Keluarga
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat. Keputusan pembelian keluarga, tergantung pada produk, iklan dan situasi. Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. Setiap peran membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat. Para anggota keluarga dapat mempengaruhi dengan kuat terhadap perilaku membeli. Kita dapat membedakan dua maaca keluarga dalam kehidupan pembeli. Pertama, keluarga sebagai sumber orientasi yang terdiri dari orangtua. Kedua, keluarga sebagai sumber keturunan, disani adanya hubungan yang saling mempengaruhi (suami-istri dan anak). Studi tentang keluarga dan hubungan mereka dengan pembelian dan konsumsi adalah penting, tetapi kerap diabaikan dalam analisis perilaku konsumen.

Variabel Yang Mempengaruhi Pembelian Keluarga
Keluarga memiliki pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga karena jumlah yang lebih banyak dari individu yang bekerja di dalam keluarga. Untuk keluarga maupun rumah tangga, keempat variabel structural yang paling memberi dampak pada keputusan pembelian dan yang demikian paling menarik bagi pemasar adalah usia kepala rumah tangga atau keluarga, ststus perkawinan, kehadiran anak, dan ststus pekerjaan.
Keluarga adalah sama dengan perusahaan; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yanmg lebih efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Fungsi yang paling jelas bahwa dua oramg dapat mencapai lebih baik daripada satu orang adalah mempunyai anak. Walaupun analisis konsumen mungkin tidak mempunyai opini mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak atau tidak. Konsekuensi ekonomi dengan hadirnya anak menciptakan struktur permintaan akan pakaian, makana, perbot, rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk.lain. anak di dalam keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan akan produk lain, seperti perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa, dan banyak barang yang bebas pilih.


Penentu Keputusan Pembelian pada Suatu Keluarga
Keluarga memiliki pendapatan rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga karena jumlah yang lebih banyak dari individu yang bekerja di dalam keluarga. Untuk keluarga maupun rumah tangga, keempat variabel structural yang paling memberi dampak pada keputusan pembelian dan yang demikian paling menarik bagi pemasar adalah usia kepala rumah tangga atau keluarga, ststus perkawinan, kehadiran anak, dan ststus pekerjaan.
Keluarga adalah sama dengan perusahaan; keluarga adalah organisasi yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yanmg lebih efektif dibandingkan individu yang hidup sendiri. Fungsi yang paling jelas bahwa dua oramg dapat mencapai lebih baik daripada satu orang adalah mempunyai anak. Walaupun analisis konsumen mungkin tidak mempunyai opini mengenai apakah keluarga harus mempunyai anak atau tidak. Konsekuensi ekonomi dengan hadirnya anak menciptakan struktur permintaan akan pakaian, makana, perbot, rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk.lain. anak di dalam keluarga dapat menyebabkan menurunnya permintaan akan produk lain, seperti perjalanan, restoran, pakaian orang dewasa, dan banyak barang yang bebas pilih.


http://ahmadmuhajirs.blogspot.com/2013/11/pengaruh-individu-terhadap-perilaku.html
https://succkasuccki.wordpress.com/2015/01/05/pengaruh-keluarga-dan-rumah-tangga-terhadap-perilaku-konsumen/

Pengaruh Kelas Sosial dan Status Terhadap Pembelian Konsumen

Pengaruh Kelas Sosial dan Status Sosial Terhadap Pembelian


Pengertian Status Sosial :
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah.
Menurut Ralph Linton Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Pada zaman dulu memang kelas sosial atau yang lebih dikenal dengan kasta sudah ada, contohnya seperti: Brahmana (pendeta), Kesatria (prajurit dan pemerintah), Waisya (Pedagang), dan Sudra (Pelayan)

Pengertian Kelas Sosial :
Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi juga sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu. Kelas sosial merupakan bentuk segmentasi yang hierarkis dan alamiah, dikarenakan aspek hierarkis kelas sosial begitu penting bagi pemasar dan produsen untuk menentukan konsumen mana yang akan dituju dari produk yang telah diciptakan, apa untuk status yang lebih tinggi atau status yang lebih rendah. Memang disini begitu terlihat begitu ada ketidakadilan dan jarak terhadap konsumen, namun itu semua merupakan segmentasi yang alamiah karena semua sudah terjadi dan tercipta dengan sendirinya.
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah. 
    Contoh : Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta keempat disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa, Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra. Berdasarkan Status Politik Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan. Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada dilapisan 
bawah.
 Kelompok kelas sosial atas antara lain:
– pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
– pejabat legislatif, dan
– pejabat yudikatif.

Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki militer.

A. Kelas Sosial Atas (perwira) Dari pangkat Kapten hingga Jendral
B. Kelas sosial menengah (Bintara) Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor
C. Kelas sosial bawah (Tamtama) Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala.

Pengertian Status Sosial Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing.

P.J. Bouman,  menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa Belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istemewa tertentu dan menuntut gengsi kemasyarakatan.
Strata social/kelas sosial adalah suatu strata (lapisan) orang-orang yang berkedudukan sama dalam kontinum (rangkaian kesatuan) status sosial.
Kedudukan seseorang dalam kelas sosial tertentu akan nampak dari bagaimana ia diperlakukan dan penghormatan yang diberikan orang lain terhadap dirinya. Kedudukan sosial seorang pimpinan perguruan tinggi tidaklah sama dengan kedudukan seorang pembersih kantor (cleaning service). Pada umumnya kita bersikap hormat terhadap orang-orang yang kedudukan sosialnya lebih tinggi daripada kedudukan sosial kita; sebaliknya, memandang rendah/enteng terhadap orang-orang yang secara sosial kita pandang berada di bawah kedudukan kita. Sikap yang memandang enteng dan mencari muka, serta sikap yang menghalangi atau menolak orang yang tidak "termasuk" dalam suatu strata sosial itu, menyuguhkan bahan yang tidak habis-habisnya bagi ratusan novel, sinetron, film dan acara televisi.

Cara-cara memperoleh status atau kedudukan adalah sbb:
a. Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir. Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
b. Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.
c. Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha.

Perilaku konsumen sangatlah komplek dan dipengaruhi oleh dua faktor, yakni dakator lingkungan atau eksternal dan pribadi atau internal. Perkembangan jaringan atau perusahaan di pengaruhi oleh pemahaman perusahaan tentang perilaku konsumen. Semakin perusahaan memahami perilaku konsumen semakin tepat strategi yang digunakan untuk menarik konsumen.


SUMBER :

http://sheilynurfajriah.blogspot.com/2013/01/pengaruh-kelas-sosial-dan-status-sosial.html?m=1

Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian Konsumen

   Definisi Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. ”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

  PENGERTIAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.                      
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Budaya konsumsi merupakan bentuk dari hubungan antara budaya dan konsumsi. Dimana hubungan tersebut saling pengaruh mempengaruhi, yaitu budaya dapat mempengaruhi konsumsi, juga sebaliknya, konsumsi dapat mempengaruhi budaya.
Pengaruh budaya terhadap pola konsumsi, James F. Engel, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard (1994) dalam bukunya yang berjudul perilaku Konsumen  membagi 3 jenis pengaruh budaya terhadap pola konsumsi.
 
1.Pengaruh Budaya Terhadap Struktur Konsumsi.
Budaya dapat mempengaruhi struktur konsumsi, karena adanya larangan, hukuman, tekanan, ataupun paksaan dari budaya tersebut untuk mempengaruhi pola dan bentuk yang terorganisir dari individu dan masyarakat dalam berbagai cara dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Komponen budaya sendiri dapat berupa agama dan kepercayaan, sistem hukum, dan adat istiadat. Pengaruh budaya terhadap konsumsi dapat di lihat pada perilaku individu dan masyarakat dalam berkonsumsi, senantiasa di sesuaikan dengan tuntunan budaya yang di anut.Contohnya :
Seorang muslim diharamkan mengkonsumsi minuman beralkohol, memakan daging babi, berjudi, berzinah, dll, dikarenakan keyakinannya, bahwa hal tersebut dilarang oleh agama. Jika masih mengkonsumsi atau melakukan perbuatan yang di larang oleh agama, maka akan mendapatkan dosa.
 
2.Pengaruh Budaya Terhadap Pemaknaan Sebuah Produk.
Budaya menuntun individu dan masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan maupun keinginan terhadap barang dan jasa. Tuntunan budaya tersebut dapat berupa nilai ataupun norma. Dalam tiap-tiap kebudayaan, terdapat ciri khas masing–masing yang membawa pemaknaan terhadap suatu produk.Contohnya :
Tuntunan budaya berupa nilai : dalam hal kuliner  sayur asam, ikan asin, atau lalapan. Orang akan memaknai produk tersebut kulinernya orang sunda. Tuntunan budaya berupa norma : labelisasi Halal pada setiap produk yang dapat di konsumsi oleh umat Islam, yang di keluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.
 
3.Pengaruh Budaya Terhadap Pengambilan Keputusan Individu.
Individu dalam mengambil keputusan untuk berkonsumsi, tidak dapat dipisahkan dari pengaruh budaya. Di antaranya di pengaruhi nilai dan norma. Di dalam masyarakat terdapat ide/gagasan mengenai, apakah suatu pengalaman berharga, tidak berharga, bernilai, tidak bernilai, pantas atau tidak. Inilah yang di artikan sebagai nilai. Sedangkan norma sendiri dimaknai sebagai peraturan yang ditetapkan secara bersama-sama, yang menuntun perilaku seseorang dalam mengambil keputusan.Contohnya :
Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh nilai : Kegiatan amal yang di lakukan individu, dengan menyantuni semua anak yatim dalam suatu panti, merupakan tindakan yang bernilai, yang akan memperoleh pahala dan kebajikan bagi dirinya. Tetapi tidak bagi individu lain, karena dianggap hal itu merupakan pemborosan. Pengambilan keputusan yang di pengaruhi oleh norma : Di daerah Padang, di haruskan bagi para siswa sekolah untuk bisa membaca Al-Qur’an. Namun tidak bagi daerah di Papua.
Pola perilaku konsumen dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitas yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menggunakan dan menghabiskan barang-barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakannya, atau desebut juga pola konsumsi, dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal.

Berikut uraian bagaimana faktor-faktor mempengaruhi pola kegiatan dalam konsumsi tersebut.
Faktor Internal
Faktor internal dalam mempengaruhi pola kegiatan konsumsi, merupakan Faktor-faktor yang berasal dari dalam individu atau yang melekat pada diri individu , yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitas yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menggunakan dan menghabiskan barang-barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Faktor-faktor internal tersebut antara lain :
 
Sumber Daya Konsumen.
Sumber daya konsumen sendiri menurut Engel diidentifikasikan menjadi 3 sumber daya yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Terdiri dari ;
Sumber Daya Ekonomi, yaitu sumber daya yang berkaitan dengan kemampuan ekonomi seseorang, yang di miliki atau akan dimiliki di masa akan datang.
Sumber Daya Temporal  merupakan sumber daya waktu yang dimiliki oleh setiap orang.
Sumber Daya Kognitif, yaitu suatu kapasitas mental yang tersedia untuk menjalankan berbagai kegiatan pengolahan informasi.
 
Motivasi.
Motivasi diartikan sebagai proses dimana perilaku diarahkan tujuannya, diberi energi, dan diaktifkan untuk mencapai keadaan seperti yang diinginkannya. Variabel sentral dalam motivasi yang dipandang secara tradisional, disebut Motif. Dalam berkonsumsi, perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan motif atau kebutuhan. Pengaktifan motif sendiri lahir ketika merasa ada ketidakcocokan yang memadai atas keadaan aktual dengan keadaan yang diinginkannya atau disukainya. Akumulasi dari ketidakcocokan yang terus meningkat mengakibatkan lahirnya suatu kegairahan, yang di kenal sebagai Dorongan (drive). Semakin kuat dorongan tersebut, semakin urgensi kebutuhan yang dirasakannya.
Pengetahuan. Pengetahuan dipahami sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pengetahuan konsumen terdiri dari 3 bidang pengetahuan. Yaitu :
Pengetahuan Produk (Product Knowledge), yaitu pengetahuan yang meliputi kesadaran akan kategori dan merek produk didalam kategori produk, terminologi produk, atribut  atau ciri produk, serta kepercayaan tentang kategori produk secara umum, dan mengenai merek secara spesifik.
Pengetahuan Pembelian (Purchase Knowledge), yaitu berbagai informasi yang dipunyai konsumen dalam kaitannya dengan perolehan produk.
Pengetahuan Pemakaian (Usage Knowledge), yaitu informasi yang tersedia dalam ingatan yang berkaitan dengan bagaimana suatu produk dapat digunakan, dan apa yang dibutuhkan agar suatu produk dapat digunakan atau difungsikan.
 
Sikap.
Sikap didefinisikan sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang melakukan respons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Evaluasi tersebut mencakup keseluruhan rentangan dua kutub ekstrim penilaian, yaitu dari kutub yang sangat positif sampai ke kutub yang sangat negatif. Sikap sendiri bersifat dinamis, sehingga memungkinkan mengalami perubahan dalam mengambil sikap seiring berjalannya waktu. Sikap juga dapat menjadi peramal bagi suatu perilaku, jika faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara sikap dan perilaku diikutkan dalam menjelaskan hubungan tersebut. Faktor-faktor tersebut antara lain tindakan, waktu, konteks, interval waktu, pengalaman, dan pengaruh sosial.
 
Kepribadian.
Kepribadian menurut Yinger, merupakan  Keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Adapun kepribadian seseorang dalam perkembangannya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti ;
Warisan Biologis, dimana  setiap individu memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan orang lain, yang dibawa dari genetika setiap individu itu sendiri.Lingkungan Fisik, dimana perbedaan kepribadian yang dimiliki individu dikarenakan terdapat perbedaan dari lingkungan fisik tempat ia tinggal, seperti iklim, topografi, dan sumber daya alam.
Kebudayaan, memiliki andil yang cukup besar mencetak kepribadian seseorang dalam lingkupnya sebagai anggota masyarakat.
Pengalaman Kelompok, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya bersama dalam kelompok.Pengalaman Unik. Setiap individu memiliki pengalaman uniknya masing-masing yang membuatnya berbeda dari individu lainnya, yang membawa pengaruh dan pemaknaan yang berbeda pula dari individu lainnya.
 
Faktor Eksternal
Faktor eksternal dalam mempengaruhi pola kegiatan konsumsi, merupakan Faktor-faktor yang berasal dari luar individu, yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitas yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menggunakan dan menghabiskan barang-barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
 
 
Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain :
Nilai-Nilai Budaya dan Etnis.
Merupakan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang pada sejumlah orang yang memiliki persamaan ras, agama, lokasi geografis, dan warisan budaya yang membedakan mereka dengan kelompok lainnya. Melalui kebiasaan, cita rasa, ide, tata cara, norma dan tata kelakuannya.
Kelas Sosial dan Kelompok Status.
Kelas Sosial  merujuk pada semua orang yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi.
Kelompok Status merujuk pada kesamaan atas kehormatan dan prestise yang dimiliki, yang dinyatakan dalam gaya hidup.
Kelas Sosial dan Kelompok Status sebagai stratifikasi sosial memiliki 9 variabel dalam mengkaji persoalan tersebut. Dari aspek ekonomi antara lain variabel pekerjaan, pendapatan dan kekayaan. Dari aspek sosial meliputi variabel prestise pribadi, asosiasi, dan sosialisasi. Sedangkan dari aspek politik meliputi variabel kekuasaan, kesadaran kelas, dan mobilitas.
Kelompok Sosial,
Kelompok sosial dapat mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang dikarenakan pengaruh yang signifikan dari kelompok acuan (reference group) yang menjadi rujukan dalam berfikir, bertindak, merasa dan berperilaku seseorang dalam melakukan konsumsi. Terdapat 3 cara dasar dari kelompok acuan (reference group) yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan konsumsi, antara lain : Pengaruh Normatif, Pengaruh Nilai–Ekspresif, dan Pengaruh Informasi.
Keluarga dan Rumah Tangga,
Beberapa variabel yang dapat mempengaruhi rumah tangga / keluarga dalam melakukan konsumsi, termasuk melakukan pembelian produk, antara lain : Usia Kepala Rumah Tangga, Status Pekerjaan, Status Perkawinan, dan Kehadiran Anak. Sedangkan variabel dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk melakukan konsumsi dalam suatu rumah tangga / keluarga, antara lain : Kohesi, Kemampuan Beradaptasi Keluarga, dan Komunikasi.
Pengaruh Situasi,
Pengaruh situasi merupakan pengaruh yang timbul dari faktor yang khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik, yang lepas dari karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Karakteristik-karakteristik situasi konsumen tersebut antara lain : Lingkungan Fisik, Lingkungan Sosial, Waktu, Tugas, dan Keadaan Anteseden. Sedangkan jenis situasi konsumen sendiri dibagi kedalam 3 jenis kemungkinan dalam pengaruhnya terhadap perilaku orang dalam berkonsumsi, antara lain : Situasi Konsumsi, Situasi Pembelian, dan Situasi Pemakaian.

Sumber :
http://aliefsyahru.blogspot.com/2012/03/pengertian-kebudayaan.html
http://dzuriyatunthoyibh.blogspot.com/2012/03/pengertian-kebudayaan.html

http://syahnova.blogspot.com/2013/12/pengaruh-kebudayaan-terhadap-pembelian_29.html?m=1



Senin, 05 Januari 2015

Inovasi pada perilaku konsumen


KEPRIBADIAN DAN PERILAKU KONSUMEN


Apakah kepribadian itu? Penekanan dalam definisi ini adalah pada sifat-sifat dalam diri atau sifat-sifat kewajiban yaitu kualitas, sifat, pembawaan, kemampuan mempengaruhi orang dan perangai khusus yang membedakan satu individu dari individu lainnya. Sifat-sifat itu akan mempengaruhi cara konsumen merespon usaha promosi para pemasar, dan kapan, dimana, dan bagaimana mereka mengkonsumsi produk atau jasa tertentu.
Sifat-sifat dasar kepribadian


· Kepribadian mencerminkan perbedaan individu
Kepribadian individu merupakan kombinasi unik berbagai faktor, tidak ada dua individu yang betul-betul sama. Walaupun demikian, banyak individu yang mungkin mirip dari sudut satu karakteristik pribadi, tetapi tidak dari sudutn karakteristik pribadi lain.

· Kepribadian bersifat konsisten dan bertahan lama

Kepribadian individu cenderung konsisten dan bertahan lama. Walaupun para pemasar tidak dapat mengubah kepribadian konsumen supaya sesuai dengan produk mereka, jika mereka mengetahui karakteristik kepribadian mana yang mempengaruhi respon khusus konsumen, mereka dapat berusaha menarik perhatian melalui sifat-sifat relavan yang melekat pada kelompok konsumen yang menjadi target mereka.

· Kepribadian dapat berubah
Kepribadian seseorang berubah tidak hanya sebagai respon terhadap berbagai peristiwa yang terjadi tiba-tiba, tetapi juga sebagai bagian dari proses menuju kedewasaan secara berangsur-angsur.


Teori kepribadian· Teori Freud
Teori ini dibangun atas dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari, terutama dorongan seksual dan dorongan biologis lainnya, merupakan inti dari motivasi dan kepribadian manusia.

Id, Superego, Ego
Konsep id dirumuskan sebagai “gudang” dari berbagai dorongan primitif dan implusif kebutuhan fisiologis dasar seperti rasa haus, rasa lapar, dan seks yang diusahakan individu untuk dipenuhi segera terlepas dari apa cara-cara khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan itu. Konsep superego dirumuskan sebagai pernyataan diri individu mengenai moral dan kode etika yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan ego merupakan pengendalian individu secara sadar.

Teori Freud dan “Kepribadian Produk”
Pada studi kepribadian konsumen percaya bahwa dorongan pada manusia sebagian besar tidak disadari dan bahwa para konsumen terutama tidak menyadari alasan mereka yang sebenarnya mengapa membeli barang atau jasa yang mereka beli.

· Teori Kepribadian Neo-Freud
Teori ini percaya bahwa hubungan sosial menjadi dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian. Harry Stack Sullivan, pengikut neo-freud lainnya, menekankan bahwa manusia terus-menerus berusaha membangun hubungan yang berarti dan bermanfaat dengan orang lain. Dia juga mengungkapkan bahwa individu dikelompokan kedalam tiga golongan kepribadian: patuh (compliant), agresif, dan lepas dari orang lain (detached).

· Teori Sifat
Orientasi teori sifat terutama bersifat kuantitatif atau empiris, teori ini memfokuskan pada pengukuran kepribadian menurut karakteristik psikologis yang khusus, yang disebut sifat. Sifat didefinisikan sebagai cara yang khas dan relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang individu dari individu lain. Ada beberapa tes yang digunakan untuk mengukur sifat individu seperti keinovatian konsumen (seberapa besar kemauan seseorang untuk menerima berbagai pengalaman baru), materialisme konsumen (tingkat kecenderungan konsumen pada kepemilikan duniawi), etnosentrisme konsumen (kemungkinan konsumen untuk menerima atau menolak berbagai produk buatan luar negri).


Kepribadian Dan Memahani Perbedaan KonsumenPara pemasar tertarik untuk memahami bagaimana kepribadian mempengaruhi prilaku konsumsi, karena pengetahuan tersebut memungkinkan mereka mampu memahami konsumen dengan lebih baik dan mampu membidik para konsumen yang cenderung menanggapi secara positif komunikasi mengenai produk atau jasa.


Keinovatifan Konsumen Dan Sifat Kepribadian Yang BerkaitanSifat-sifat kepribadian yang berguna untuk membedakan antara inovator konsumen dan bukan inovator meliputi:

· Keinovatifan konsumen
Para peneliti konsumen telah berusaha menyusun instrumen pengukuran untuk menaksir tingkat keinovatifan konsumen, karena ukuran sifat kepribadian tersebut memberikan wawasan yang penting mengenai sifat dan batas-batas kesediaan konsumen untuk berinovasi

· Dogmatisme
Adalah sebuah sifat kepribadian yang mengukur tingkat kekakuan (versue keterbukaan) yang ditunjukkan individu terhadap hal yang belum dikenal dengan baik dan terhadap informasi yang berlawanan dengan kepercayaan mereka yang sudah mendalam

· Karakter sosial
Memfokuskan pada identifikasi dan penggolongan individu ke dalam “berbagai tipe” sosial budaya yang berbeda.

· Tingkat stimulasi optimum
Berkaitan dengan kesediaan yang lebih besar untuk mengambil resiko, mencoba berbagai produk baru, menjadi inovatif, mencari informasi yang berhubungan dengan pembelian, dan menerima fasilitas eceran yang baru daripada tingkat stimulasi optimum yang rendah

· Pencari variasi kesenangan baru
Sifat yang digerakkan oleh kepribadian yang persis sama dan berhubungan dengan TSO adalah pencari variasi atau kesenangan baru. Ada berbagai tipe konsumen pencari variasi: perilaku pembelian yang bersifat penyelidik, penyelidikan pengalaman orang lain, dan keinovatian pemakai.


Faktor Kepribadian Kognitif
· Kebutuhan akan kognisi
Karakteristik kepribadian kognitif yang menjanjikan adalah kebutuhan ini mengukur kebutuhan atau kesenangan seseorang untuk berfikir.

· Orang yang suka visual versus orang yang suka verbal
Orang yang suka visual (konsumen yang lebih menyukai informasi visual dan produk yang menekankan pada penawaran visual, seperti keanggotaan dalam klub videotape) atau orang yang suka verbal (konsumen yang lebih menyukai informasi dan produk tertulis atau verbal, seperti keanggotaan dalam klub buku atau klub audiotape).


Dari Materialisme Konsumen Sampai Ke Konsumsi Komplusif· Matrealisme konsumen
Matrealisme (tingkat di mana seseorang dianggap “materialistis). Ciri-ciri yang mendukung orang matrealistis seperti berikut ini: mereka sangat menghargai barang-barang yang dapat diperoleh dan dapat dipamerkan, mereka sangat egosentris dan egois, mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang, kebanyakan milik meraka tidak memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar.

· Perilaku konsumen yang mendalam
Perilaku ini termasuk perilaku yang normal dan diterima secara sosial. Konsumen yang mendalam umumnya memiliki karakteristik berikut: minat yang dalam terhadap barang atau golongan produk tertentu, kesediaan untuk berpergian jauh dalam rangka menambah contoh-contoh barang atau golongan produk yang diminati, dedikasi untuk mengorbankan uang dan waktu yang banyak secara bebas untuk mencari barang atau produk tersebut.

· Perilaku konsumsi yang komplusif
Perilaku ini termasuk perilaku yang abnormal yang merupakan contoh sisi gelap konsumsi.



Kepribadian MerekPersonifikasi Merek
Beberapa pemasar merasa bermanfaat jika mereka menciptakan personifikasi merek, yakni mereka berusaha menuangkan kembali persepsi konsumen mengenai sifat-sifat produk atau jasa “karakter manusiawi”. Banyak konsumen yang menyatakan perasaan diri mereka mengenai produk atau merek menurut kepribadian yang mereka kenal.

Kepribadian Produk Dan Gender
Pemberian gender sebagai bagian dari gambaran kepribadian produk sesuai sekali dengan realitas pasar bahwa produk dan jasa, pada umumnya, dipandang oleh konsumen mempunyai gender.

Kepribadian Dan Warna
Para konsumen tidak hanya mengaitkan sifat-sifat kepribadian ke produk dan jasa, tetapi mereka juga cenderung menghubungkan berbagai faktor kepribadian ke berbagai warna khusus. Untuk mengungkap pandangan tersebut, para peneliti menggunakan berbagai macam teknik pengukuran kualitatif, seprti observasi, kelompok fokus, wawancara yang mendalam, dan teknik proyektif.


Diri Dan Citra DiriPara konsumen mempunyai berbagai macam citra diri mereka yang abadi. Citra diri ini, atau “persepsi mengenai diri” sangat erat hubungannya dengan kepribadian, di mana orang cenderung membeli produk dan jasa serta menjadi pelanggan perusahaan ritel yang mempunyai citra atau kepribadian yang cocok dengan citra diri mereka sendiri.

· Satu atau banyak pribadi
Secara historis, individu dianggap mempunyai citra diri tunggal dan tertarik, sebagai konsumen, pada produk dan jasa yang dapat memuaskan pribadi yang tunggal itu. Tetapi, akan lebih tepat menganggap bahwa para konsumen mempunyai banyak pribadi.

· Susunan citra diri
Citra diri seseorang adalah khas, hasil dari perkembangan latar belakang dan pengalaman orang tersebut. Individu mengembangkan citra dirinya melalui interaksi dengan orang lain pada mulanya dengan orang tua mereka, dan kemudian orang-orang dan kelompok-kelompok lain yang mempunyai hubungan dengan mereka selama bertahun-tahun. Ada beberapa ragam citra diri sebagai berikut: citra diri aktual (bagaimana konsumen memandang diri mereka dalam kenyataan), citra diri ideal (bagaimana konsumen ingin memandang diri mereka), citra diri sosial (bagaimana konsumen merasa orang lain memandang mereka), citra diri sosial ideal (bagaimana konsumen ingin dipandang oleh orang lain), citra diri yang diharapkan (bagaimana konsumen diharapkan memandang diri mereka di waktu tertentu di masa yang akan datang). Citra diri yang diharapkan terletak diantara citra diri aktual dan citra diri ideal, yang merupakan kombinasi yang berorientasi ke masa depan.

· Perluasan diri
Saling keterkaitan antara citra diri konsumen dan kepemilikannya (yaitu, barang-barang yang mereka sebut “milik” mereka) merupakan topik yang mengasyikkan. Tegasnya barang milik konsumen dipandang “menegaskan” atau “memperluas” citra diri mereka. Telah dikemukakan bahwa kepemilikan dapat memperluas diri dengan beberapa cara: secara aktual, secara simbolis, dengan memberikan status atau peringkat, dengan memberikan perasaan pribadi para penerima, dengan memberkahi dengan kekuatan gaib.

Mengubah Pribadi
Mengubah diri seseorang, terutama penampilan atau bagian tubuh seseorang, dapat dicapai dengan kosmetik, mengubah gaya dan warna rambut, membuat tato, beralih dari kacamata ke lensa kontak (atau sebaliknya), atau menjalani bedah kecantikan.

Keangkuhan Dan Perilaku Konsumen
Dengan menggunakan skala keangkuhan, para peneliti telah mempelajari keangkuhan fisik (perhatian yang berlebih terhadap dan atau pandangan yang positif atau terlalu tinggi terhadap penampilan fisik seseorang) maupun keangkuhan prestasi(perhatian yang berlebih terhadap pandangan yang positif atau terlalu tinggu terhadap prestasi pribadi seseorang). Mereka menemukan bahwa kedua gagasan ini berkaitan dengan matrealisme, pemakaian kosmetik, perhatian pada pakaian, dan keanggotaan country club.

Kepribadian Atau Diri Yang Sesungguhnya
Gagasan kepribadian virtul atau diri virtul memberi kesempatan pada individu untuk mencoba kepribadian yang berbeda atau identitas yang berbeda, mirip dengan pergi ke mal dan mencoba berbagai pakaian yang berbeda di toko serba ada atau toko barang-barang khusus. Jika identitas itu sesuai, atau kepribadian dapat ditingkatkan, orang mungkin memutuskan untuk memelihara kepribadian baru dengan memperbaiki kepribadian lama.


sumber :
Leon G. Schiffman dam Leslie L, Costumer Behavior, Elevert Edition 2010
http://deniphantom.blogspot.com/2014/06/kepribadian-dan-perilaku-konsumen.html

makalah softskill perilaku konsumen di Era tahun 2010


MAKALAH PERILAKU KONSUMEN DALAM MENENTUKAN PEMBELIAN PRODUK SEPATU

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhduZb2G2oNmGvmjgYlmcEvGhmxmQDXlbb_fP17Qtyn-AUdMD1XluiQSH2i5YZ70MdP4FgcKXcFBfr7e9Ud6hvg6Wtt-SnJ3_A7F2XgoNTTA2qoi8LW4iXx3rv2InsC3gEvzIU97nHG_BU/s1600/gundar.jpg

Disusun oleh :

Avenia L. Wardhani
11212260
3EA24





BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman saat ini menuntut konsumen bersikap pintar, cermat, efisien dan efektif dalam memilih produk yang diinginkan. Dengan adanya sikap itu, maka konsumen tidak akan kecewa dengan apa yang telah mereka beli (action). Dalam kehidupan sehari-hari konsumen dihadapi dengan berbagai kebutuhan yang tiada henti, salah satunya kebutuhan dalam memilih produk sepatu karena memang pada dasarnya manusia tidak lepas dari kebutuhan dan tidak akan terpuaskan dari kebutuhan mereka.
Dengan meningkatnya permintaan konsumen dari berbagai produk, maka produsen berusaha akan memenuhi kebutuhan yang konsumen inginkan. Dengan itu, produsen menciptakan berbagai produk yang bervariatif serta barbagai pilihan produk itu sendiri. Bahkan produsen akan menciptakan produk yang sebelumnya belum pernah dibutuhkan oleh konsumen. Inovasi-inovasi inilah yang menjadi dilema bagi konsumen, apakah mereka akan mengambil keputusan berdasarkan keinginan atau kebutuhan. Maka, konsumen akan melihat faktor-faktor apakah yang cocok bagi mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi kehidupannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang mempengaruhi dalam pembelian sepatu donatello ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan pembelian tersebut ?
3. Tahap-tahap pengambilan keputusan konsumen dalam membeli sepatu


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai, adalah :
1. Untuk mengetahui apakah perilaku konsumen yang mempengaruhi dalam keputusan pembelian produk sepatu donatello.
2. Untuk mengetahi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
Teori perilaku konsumen yang berkembang akhir-akhir ini didasarkan pada kebutuhan ekonomi, yakni yang menjelaskan bahwa seorang konsumen akan menetapkan kuantitas komoditas yang dikonsumsi dengan cara memaksimumkan kepuasan (utilitas). Pada menentuan kuantitas tersebut, konsumen dihadapkan pada kendala pendapatan dan harga komoditas. Sementara itu, preferensi dan variabel yang lain dianggap tetap atau konstan yang disebut dengan istilah ceteris paribus.
Pada teori ekonomi mikro tersebut, konsumen hanya mempertimbangkan dari sisi kuantitas. Keputusan individu konsumen diturunkan dari perilaku konsumen didalam memaksimumkan utilitas dengan kendala pendapatan.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1990), perilaku konsumen diartikan “…Those actions directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and services, including the decision processes that precede and follow this action”. Perilaku konsumen merupakan tindakan–tindakan yang terlibat secara langsung dalam memperoleh, mengkonsumsi, dan membuang suatu produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan–tindakan tersebut. Menurut Mowen (1995), “ Consumer behavior is defined as the study of the buying units and the exchange processes involved in acquiring, consume, disposing of goods, services, experiences, and ideas”. Perilaku konsumen adalah aktivitas seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell, Miniard, & Engel, 2001).
Sedangkan The American Marketing Association mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi (Peter & Olson, 2005).
Perilaku konsumen menitikberatkan pada aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian, penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pribadi (Hanna & Wozniak, 2001).
Menurut James F. Engel – Roger D. Blackwell – Paul W. Miniard dalam Saladin (2003 : 19) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu :
1. Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
2. Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
3. Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.


BAB III
PEMBAHASAN

Banyaknya produk yang beredar dipasaran membuat konsumen disajikan oleh berbagai alternative pilihan merk/tipe sepatu. Konsumen dihadapkan alternative kualitas, harga maaupun kebutuhan. Semua tergantung selera konsumen. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam pengambilan produk sepatu adalah :
1.Keluarga
Lingkungan inti dimana seseorang hidup dan berkembang, terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam keluarga perlu dicermati pola perilaku pembelian yang menyangkut:
- Siapa yang mempengaruhi keputusan untuk membeli.
- Siapa yang membuat keputusan untuk membeli.
- Siapa yang melakukan pembelian.
- Siapa pemakai produknya.
2. Harga barang itu sendiri
Pertimbangan pemilihan harga yang lebih ekonomis adalah faktor dominan dalam pengambilan keputusan konsumen dalam membeli produk sepatu. Selain sisi fashion branded kenyamanan dan faktor lingkungan. Untuk ukuran mahasiswa harga yang ekonomis lah adalah bahan pertimbangan nomor 1.
3. Kualitas barang
Pertimbangan konsumen adalah nomor 2 kualitas / keunikan yang ditawarkan. Biasanya konsumen tidak terlalu mempertibangkan kualitas untuk jangka panjang. Yang terlihat dimata konsumen produk tersebut sekilas dari penglihatan mata bagus maka itu yang dipilih. Dengan mengsampingan kualitas dan mempertimbangkan harga.
4. Brand and Style Decision (Keputusan atas merek dan gaya).
Pilihan konsumen untuk memutuskan secara terperinci mengenai produk apa yang sebenarnya ingin dibeli.
5. Harga barang-barang lain yang bersifat substitutif terhadap barang tersebut
Konsumen akan cenderung mencari barang atau jasa yang harganya relatif lebih murah untuk dijadikan alternatif penggunaan. Contohnya: bila seseorang yang ingin membeli produk sepatu untuk kuliah merk donatello original. Tetapi harganya melonjak sedangkan tipe merk yang sama tapi kualitas rendah dan dengan harga lebih murah, maka konsumen cenderung akan memilih sepatu yg lebih murah untuk menghemat biaya. Dan sepatu kw tersebut sebagai subtitusi dari merk yang asli.
6. Pendapatan rumah-tangga atau pendapatan masyarakat
Orang yang punya gaji dan tunjangan yang besar maka dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya sehingga tidak terlalu banyak pengeluarannya.
7. Selera dan prilaku seseorang atau masyarakat
Selera konsumen terhadap produk sepatu mempengaruhi minat seseorang untuk membeli produk yang diingikan. Seklaipun harganya selangit dan dengan kualitas terbaik jika keinginan konsumen itu tinggi maka harga bukan faktor penghalang.
Ø Tahapan konsumen membeli produk Sepatu :
Pengenalan Kebutuhan
Merupakan tahap pertama proses keputusan pembeli, yaitu ketika konsumen mengenali adanya masalah atau kebutuhan.


Pencarian Informasi
Tahap yang merangsang konsumen untuk mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin hanya meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi:

a) Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan
b) Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, agen, kemasan, pajangan
c) Sumber publik: media massa, organisasi penilai konsumen
d) Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan dan menggunakan produk


Evaluasi Alternatif : Tahap ketika konsumen menggunkan informasi untuk mengevaluasi merek alternative dan perangkat pilihan.
Pemilihan : Tahap pemilihan yang terabaik, sesuai kebutuhan dan sesuai anggaran.
Keputusan Membeli Tahap, ketika konsumen benar-benar membeli produk. Setelah melalui proses diatas, siswi tersebut pun memutuskan membeli sepasang sepatu yang sesuia dengan piliannya.
Tingkah Laku Pasca Pembelian : Tahap ketika konsumen mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan pada rasa puas dan tidak puas.
Kesadaran : Konsumen menjadi sadar akan produk baru, tetapi kurang informasi mengenai produk tersebut.
Tertarik : Konsumen mencari informasi mengenai produk baru.
Evaluasi : Konsumen mempertimbangkan apakah masuk akal untuk mencoba produk baru.
Mencoba: Konsumen mencoba produk baru dalam skala kecil untuk meningkatkan perkiraannya mengenai nilai produk tersebut.
Adopsi: Konsumen memutuskan untuk menjadi pengguna produk baru sepenuhnya dan teratur (loyal).
Ø Empat tipe proses pembelian produk ‘Sepatu’:
Proses “ Complex Decision Making “, terjadi bila keterlibatan kepentingan tinggi pada pengambilan keputusan yang terjadi. Konsumen secara aktif mencari informasi untuk mengevaluasi dan mempertimbangkan pilihan beberapa merek dengan menetapkan kriteria tertentu. Subjek pengambilan keputusan yang komplek adalah sangat penting. Konsep perilaku kunci seperti persepsi, sikap, dan pencarian informasi yang relevan untuk pengembangan stratergi pemasaran. Seperti produk sepatu yang di gunakan oleh seorang karyawati yang bekerja disuatu perkantoran, maka ia harus memiliki sepatu yang nyaman di pakai, bagian depan sepatu tertutup, bertumit tinggi dan kelihatan elegan dan smart. Jadi, sang karyawati harus menyempatkan waktu dan anggaran untuk menyari sepatu yang sesuai dengan keinginannya.


Proses “ Brand Loyalty “. Ketika pilihan berulang, konsumen belajar dari pengalaman masa lalu dan membeli merek yang memberikan kepuasan dengan sedikit atau tidak ada proses pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Loyalitas merek muncul dari kepuasan pembelian yang lalu. Sehingga, pencarian informasi dan evaluasi merek terbatas atau tidak penting keberadaannya dalam konsumen memutuskan membeli merek yang sama. Seperti sepatu yang digunakan oleh seorang artis yang harus tampil di depan fans atau yang menonton artis tersebut. Ia harus memiliki sepatu yang cocok, nyaman dan mewah, maka dari itu ia memiliki perancang sepatu langanan untuk menunjang penmpilannya. Yang mana sang perancang sudah tahu detai serta kebutuhan sang artis.


Proses “ Limited Decision Making “. Konsumen kadang-kadang mengambil keputusan walaupun mereka tidak memiliki keterlibatan kepentingan yang tinggi, mereka hanya memiliki sedikit pengalaman masa lalu dari produk tersebut. Pengambilan keputusan terbatas juga terjadi ketika konsumen mencari variasi. Keputusan itu tidak direncanakan, biasanya dilakukan seketika berada dalam toko. Seperti sepatu yang dipakai oleh mahasiswi yang setiap hari bertampilan berbeda, maka dari itu ia harus memiliki sepatu yang cocok di padu–padankan dengan pakaiannya. Jadi, jika ia pergi ke mall berniat membeli buku dan ditenggah jalan ia meliahat sepasang sepatu yang bagus dan ia belum punya, maka ia akan membelinya.


Proses “ Inertia “. Tingkat kepentingan dengan barang adalah rendah dan tidak ada pengambilan keputusan. Inertia berarti konsumen membeli merek yang sama bukan karena loyal kepada merek tersebut, tetapi karena tidak ada waktu yang cukup dan ada hambatan untuk mencari alternatif, proses pencarian informasi pasif terhadap evaluasi dan pemilihan merek. Robertson berpendapat bahwa dibawah kondisi keterlibatan kepentingan yang rendah “ kesetiaan merek hanya menggambarkan convenience yang melekat dalam perilaku yang berulang daripada perjanjian untuk membeli merek tersebut” contoh pembelian sayur dan kertyas tisu.


Ø Tahap-tahap Pengambilan Keputusan : (Sumber : Kotler, 2000)
A. Citra Merek (Brand Image)
Merek menjadi tanda pengenal bagi penjual atau pembuat suatu produk atau jasa. Menurut Kotler (2005), merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian sebagai berikut :
1) Atribut : suatu merek dapat mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.
2) Manfaat : atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
3) Nilai :suatu merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya.
4) Budaya : suatu merek mungkin juga melambangkan budaya tertentu
5) Kepribadian : suatu merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
6) Pemakai : suatu merek menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan suatu produk.
Hubungan Citra Merek dengan Keputusan Pembelian
Wicaksono (2007) mengemukakan pentingnya pengembangan citra merek dalam keputusan pembelian. Brand image yang dikelola dengan baik akan menghasilkan konsekuensi yang positif, meliputi:
1) Meningkatkan pemahaman terhadap aspek-aspek perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
2) Memperkaya orientasi konsumsi tehadap hal-hal yang bersifat simbolis lebih dari fungsi-fungsi produk.
3) Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk.
4) Meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan, mengingat inovasi teknologi
sangat mudah untuk ditiru oleh pesaing.

B. Kualitas Produk
Kottler (2000) menyatakan bahwa pencapaian kualitas yang baik bagi suatu perusahaan dibutuhkan beberapa ukuran untuk merumuskan kebijakan mengenai kualitas produk yaitu :
1) Fungsi barang
Mempengaruhi kepuasan konsumen, maka harus memproduksi barang yang mutunya sesuai dengan fungsi serta kegunaanya, daya tahanya, peralatanya dan kepercayaanya.
2) Wujud luar seperti bentuk, warna dan susunanya.
Bila wujud luar dari barang tersebut tidak menarik meskipun kualitas barangnya baik maka belum tentu konsumen tertarik.
3) Biaya barang
Pada umumnya biaya dan harga suatu barang akan dapat menentukan mutu suatu barang tersebut.
Hubungan Kualitas Produk dengan Keputusan Pembelian
Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut membentuk perusahaan untuk meningkatkan penjualan karena akan berpengaruh pada keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Melihat hal tersebut pada akhirnya akan dapat ditarik suatu kesimpulan untuk dijadikan suatu hipotesis bahwa kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sepasang sepatu merupakan alas kaki yang berfungsi melindungi dan memperindah kaki setiap pemakainya. Itulah sebabnya banyak tergila-gila pada sepatu. Di saat fashion menjadi sebuah tuntutan hidup, perannya yang hanya sebuah alas kaki pun bergeser menjadi pelengkap penampilan. Sepasang sepatu tidak hanya mentransformasi penampilan, Jadi, sudah saatnya Anda memperhatikan sepatu yang cocok dengan busana dan aksesori yang dikenakan.

Pada awalnya mungkin sepatu hanyalah dipandang sebagai alas kaki yang berfungsi untuk melindungi kaki kita,namun seiring berkembangnya zaman ,fungsi alas kaki ini pun berkembang menjadi pelengkap penampilan seseorang. Sepasang sepatu yang tepat,tidak hanya dapat memberikan rasa nyaman,tetapi juga dapat memperindah kaki dan pembangkit mood bagi pemakainya. Tentu ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar seseorang mendapatkan produk yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan dipengaruhi berbagai faktor untuk dipertimbangkan oleh konsumen untuk membeli produk sepatu adalah kualitas, referensi, merk , warna, selera serta kemasan, harga, diskon dan hadiah. Dari keseluruhan faktor tersebut kualitas dan referensi merupakan faktor yang paling dominan.




Daftar pustaka
http://nurfaizinbenny.blogspot.com/2011/02/teori-organisasi-umum-2.html
http://coebanif.wordpress.com/2010/05/25/makalah-perilaku-konsumen/
http://iyano.wordpress.com/2010/11/30/perilaku-konsumen-dalam-pengambilan-keputusan-terhadap-produk-yang-diinginkan
- See more at: http://rezaiueomanage.blogspot.com/2011/10/makalah-perilaku-konsumen-dalam.html#sthash.w385bhtC.dpuf
http://herlinaaoctaviana.blogspot.com/2013/11/makalah-perilaku-konsumen-dalam.html